National Moot Court Competition Piala Frans Seda 2018 | Campus Life Part.1

Mahasiswa masa kini
Menjadikan forum diskusi
Sebagai ajang pamer intelegensi
Menjatuhkan yang lain demi meninggikan gengsi
Hobinya mengkritisi
Tapi tak sanggup berkontribusi
Berlagak politisi
Tapi masih ciut dihadapan birokrasi
Banyak menjadi mahasiswa wifi
Yang diam dan bungkam dijejal koneksi
Belajar jujur dikata individualis
Tak memberi contekkan katanya tak etis
Open brain tanpa open internet dibilang tak realistis
Miris..
Mahasiswa terlalu terambung IPK
Huruf dan Angka yang masih dianggap simbol bahwa ia bisa
Tak peduli hasil dari mana
Asal bisa mendapat A
Tak peduli rakyatnya lapar
Harga kebutuhan dikendalikan pasar
Teriakan mahasiswa tiada terdengar
Mereka diruangan berAC 'katanya' sedang belajar
Mahasiswa kekinian
Titip absen dianggap simbol setia kawan
Tak ada motivasi belajar membenahi tatanan
Kuliah asal cukup kehadiran
Masa bodo rakyat menderita asal mereka duduk nyaman
Mahasiswa
Agen perubahan katanya
Akbarkan sumpah mahasiswa beserta makna
Jangan hanya mengejar IPK
Rakyat tak butuh angka
Mereka perlu aksi nyata
Mahasiswa; sebuah kata benda (kita) yang menempuh pendidikan tinggi memperoleh gelar sarjana. Artikel, stasiun televisi dan acara-acara didalamnya hingga perguncingan orang-orang [masyarakat] dari kalangan manapun memandang mahasiswa pada era ini sebagai sosok yang apatis,pragmatis dan hedonis. Dinamika yang ada di dalam diri mahasiswa, begitu katanya.
Banyaknya tuntutan yang kami bawa dalam menempuh kuliah sangatlah menjadi beban bagi diri kami. Namun semuanya kembali kepada individu masing-masing, dimana mereka meletakkan tuntutan tersebut dan bagaimana mereka menyelesaikan tiap-tiap tuntutan yang diemban.
Saya lahir di keluarga sederhana yang berkecukupan. Heran rasanya mendengar pujian orang-orang yang mencap saya sebagai orang kalangan atas. Saya hanya diam dan mengamininya dalam batin saya. Bapak saya pekerja keras tiada henti, puluhan tahun beliau giat mendalami profesinya sebagai notaris. Begitu halnya dengan mama saya kurang lebih 15 tahun mengajar di sekolah swasta di kota kecil ini. Tatkala bisa mencukupi kebutuhan anak-anaknya dengan luar biasa,tiada pernah merasa kekurangan sekalipun.
Seiring saya akan segera berada di semester 3 perkuliahan. Ada banyak hal yang saya rintangi semasa perkuliahan saya. Sekilas mengenai Fakultas Hukum UGM, kompetisi antar mahasiswa didalamnya punya presentase yang sangat besar. Lingkungan demikian yang membuat saya merasa malu untuk tidak melakukan apa-apa, untuk tidak memperoleh apa-apa. Pada mulanya, saya tidak memikirkan apa yang ingin saya kerjakan semasa kuliah, ingin seperti air yang mengalir saja tidak tau akan bermuara kemana.

Akhir september 2017, pendaftaran calon delegasi untuk kompetisi peradilan semu Piala Frans Seda (National Moot Court Competition) dibuka. Ajang peradilan semu yang diselenggarakan 2 tahun sekali. Prestis katanya. Sedikit tentang Kompetisi Peradilan Semu Tingkat Nasional Piala Frans Seda 2018 mengangkat isu utama Tindak Pidana Siber dan Telematika dengan benang merah Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) oleh UNIKA Atma Jaya Jakarta. Kala itu, tidak ada alasan kuat bagi saya untuk mendaftar, bermodal kata "coba-coba aja". Yakinlah. Kata itu yang saya ucap dalam batin saya. Untuk menjadi delegasi kompetisi tersebut, para calon delegasi diberikan semacam tes tulis mengenai Hukum Pidana dan sedikit menyerempet mengenai ITE. Bayangkan, tak ada niat dari dalam diri saya untuk membaca buku-buku Hukum Pidana bahkan ITE maupun kasus posisi oleh tim penyeleksi. Saya yang duduk disemester satu dengan mata kuliah dasar seperti PHI (Pengantar Hukum Indonesia)/PIH (Pengantar Ilmu Hukum) menjawab soal-soal yang bisa dibilang sulit juga bagi seorang maba rd:mahasiswa baru

Lupa dengan jawaban apa yang saya tuliskan diatas kertas itu -Skip- Dilanjutkan dengan langsung wawancara pada esok harinya dengan nomor urut terakhir. Dengan percaya diri karena ditemani oleh seorang teman saya. Saya masuk kedalam ruangan dan ditanyai beberapa hal menyangkut komitmen 65%, kepribadian 20%, keahlian 10%, dll 5%. Minggu menjelang hari ditengah malam menunjukkan pukul 11.00 saya mendapat pemberitahuan lolos sebagai delegasi. Haru bercampur tak menyangka saya diterima. Entah apa dan alasan apa yang membuat mereka menerima saya. Sebuah tanda tanya besar.

Berproses diawal Oktober 2017, semuanya mulai dikupas disertai aturan yang menuntut kami disiplin dalam latihan. Dengan jadwal latihan pada weekday dimulai dari pukul 17.00-21.00 dan weekend (sabtu) pada 09.00-21.00 (minggu) 09.00-17.00, apabila telat satu menit berbayar dengan 1 ribu rupiah, ditambah adanya jatah absen 4 kali selama 7 bulan dengan jatah libur semester berjumlah 10 hari dari 62 hari seyogyanya. Waktu tersebut masih conditional, artinya tidak tentu; harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat itu.  Dua hal yang difokuskan dalam perlombaan ini, berkas + presentasi kemudian sidang. Lebih dari 10 jenis berkas dan printilan-printilannya (BAP, Penuntutan, Dakwaan, Eksepsi, Replik Eksepsi, Putusan Sela, Tuntutan, Pledooi, Replik Pledooi, Duplik, Putusan Akhir, BAS, Pembuktian). Tak jarang kami mengharuskan diri pulang ditengah malam, menyelesaikan pekerjaan kami sebelum tuntas, menginap diluar kampus/kost-kostan/asrama. Jarang pula kami diperkenankan untuk pulang lebih awal. Klasik sekali. Membagi waktu antara kuliah, belajar, berteman, bermain, berbincang, berorganisasi, makan dan pulang ke asrama. Paling memprihatinkan saat tugas dengan ujian melanda negeri ini. Bagaimana juga halnya dengan sesama tim, diisi oleh 18 orang dari macam angkatan 2017-2015, macam status sosial, macam gaya hidup dan sebagainya. 

Ngerayaiin Ulangtahun juga dong



Masa-Masa Pemberkasan Cobaain Kamera FuJi Bang Bontang





Foto Delegasi Perdana 













Pengumpulan Berkas
Oktober 2017- Januari 2018, persiapan berkas. Mengirimkan berkas kepada panitia lomba, kami putuskan menggunakan mobil dengan 4 orang pengantar menempuh perjalanan 10 jam lamanya untuk sampai ke tempat tujuan dan kembali ke Yogyakarta. Usai dengan berkas, kami bersiap sedia dengan presentasi. Untuk presentasi, diantara dari kami dibutuhkan adanya seleksi berupa presentasi dengan masing-masing materinya. Sungguh. Mata saya terbuka, teman saya memang kalangan mahasiswa Fakultas Hukum tapi ternyata kelihaian mereka dalam bidang editing dan powerpoint sungguh luar biasa. Tampilan powerpoint yang biasa saya buat ketika SMA, saya akui sudah selayaknya disamaratakan dengan kemampuan anak sekolah dasar. Begitulah kiranya. Apresiasi yang luar biasa. Menjadi pelajaran bagi kita siapapun untuk tetap tidak terlepas dari canggihnya teknologi. Dari yang terbaik akan dipilih yang paling terbaik.Haha.Cukup memotivasi memang. Maka berdasarkan hasil keputusan ada 2 orang yang maju sebagai presentator dari tim kami dan 2 cadangan bila muncul keadaan yang tidak dikehendaki. Bersama-sama kami berlatih dan melatih sampai pada Februari 2018, tahap pertama dimulai. Berangkat bersama ikut mendukung kedua teman kami yang menanggung beban untuk mempresentasikan materi dan ditanyai materi juga oleh juri. Khawatir, takut dan sedih terpancar dari kedua wajah mereka. Kak Dinda dan Ayu. Yang diakui memang master dalam pidana dikelompok kami. Malam harinya kami menerima ajudikasi verbal;menunjukkan hasil yang positif untuk maju ke babak berikutnya. Ternyata benar. Puji Tuhan kami masuk kedalam babak final (sidang) beserta dengan 3 universitas lainnya. 

Babak Presentasi
            Pulang membawa kebahagiaan dan harapan besar untuk tetap berjuang hingga akhir membuat kami semakin semangat berlatih kurang lebih 2 bulan lagi. Dalam mempersiapkan sidang, kami menyiapkan rangkaian proses beracara yang baik dipersidangan. Penujukkan para pemeran APH *Aparat Penegak Hukum dan saksi-saksinya, materiil maupun formiilnya. 
Banyak perubahan yang kami bumbui didalam persidangan kami, bahkan 2 hari sebelum gladi bersih di fakultas ada banyak hal-hal yang kami rubah. Sesaat itu, pada saat gladi bersih diselenggarakan. Kami tak luput dari kesalahan.Pasti. Menuai beragam penilaian jelek daripada hadirin sidang, membuat kami semakin ciut. Membuat kami mustahil untuk menjadi yang terbaik ataupun berada diposisi ketiga. Namun, kesusahan hari ini cukup untuk hari ini saja (Matius 6:34), bangkit dari keterpurukan yang melanda, optimis dengan kemampuan yang ada, percaya satu sama lain dan saling mendukung. Kunci ini yang kami pegang hingga pada hari H, sebuah penentuan dimana kami menampilkan persidangan yang kami rangkai selama 2 bulan.

              Malam hari sampai dihotel, mengarungi perjalanan hiruk Tangerang-Jakarta Selatan, langsung dijamu dengan latihan diruangan kamar yang memadai menunjukkan pukul dini hari. Mengistirahatkan kami untuk bangun esok subuh, menyempatkan waktu berolahraga, kemudian latihan lagi dikarenai mendapatkan nomor urut 3 *tampil pukul 14.00. Kami berlatih untuk yang terakhir kalinya hingga pada pukul 09.00 agar kami bisa mempersiapkan diri baik kostum dan juga polesan diwajah. Berangkat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ketakutan yang luar biasa menjerit didalam batin kami. Mulai dipersilahkan untuk memasuki ruang sidang, bermula dengan pembukaan dari Panitera-Petugas Pengadilan sampai Hakim Ketua mengucapkan kata:
"Sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili perkara-perkara pidana umum pada peradilan tingkat pertama, dengan acara pemeriksaan biasa, dengan Nomor Regoster perkara 160/Pid.B/2018/PN JKT.PST. Atas Nama Terdakwa MELVIN JULIAN, S.E., M.M alias Kambong alias Dambo bin Wijaya. Dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum"

               Berakhir dengan ditutupnya sidang oleh Hakim Ketua. Haru keluar dari hati kami menorehkan air mata, pelukan diantara kami mengisyaratkan perjuangan kami usai dan terima kasih untuk semuanya hal baik mapun buruk yang pernah terjadi diantara kami. Malam puncaknya tidak berarti apa-apa bagi kami sesaat, sejenak kami menceritakan kesuksesan kami selama persidangan, semuanya tampil maksimal dan luar biasa. Tidak ada kata optimis tetapi hanyalah rasa bangga terhadap satu sama lain. Beranjak dari kamar hotel ke ballroom untuk mendengar pengumuman. Ya, suatu kebanggan bagi kami dipanggil untuk memperoleh setiap kategori terbaik dan juara I. Sapu bersih seluruh penghargaan, membawa piala juara I untuk FH UGM. Membuat bangga para senior yang datang jauh-jauh menyempatkan diri melatih bahkan menemani kami di hari H.


'17.'16.'16



               Sepemandangan maupun sepengalaman saya, terkadang menentukan target memang benar. Namun mencoba hal-hal diluar dari sasaran yang kita capai sudah sepantasnya diambil terlebih dahulu. Keyakinan hati memang mengatakan tak sanggup atau bahkan memantapkan bahwa kita sanggup. Tapi keinginan diluar dari diri manusia sudah selayaknya berserah diri, biar Tuhan yang menggerakan, biar Tuhan yang mengatur dan merancang semuanya.

             Memang tidak ada alasan bagi saya untuk diterima menjadi delegasi, tetapi Tuhan punya alasan untuk meletakkan hambaNya disuatu wadah yang bisa membentuknya, seseorang yang penuh kebimbangan, seseorang yang apabila dibiarkan begitu saya akan mengalami kemunduran atau bahkan merasa dirinya tidak benar  menekuni jurusan tersebut. Supaya ia mampu berdiri diatas tumpu yang sudah disediakan oleh BapaNya. Bukan renungan rohani. Suatu torehan catatan hari mahasiswa yang seketika merasa dirinya bukan mahasiswa Fakultas Hukum. Tidak tau, sama sekali tidak tau apa yang mau saya lakukan, sama sekali tidak punya gambaran prestasi apa yang bisa dituai dikampus ini. Apa kemampuan saya? Bisakah saya seperti senior-senior dengan segudang prestasi dan kemampuan analisis hukumnya bak seorang petinggi yang pantas duduk bersanding dengan pejabat negara atau para ahliawan diluar. Apa yang bisa saya lakukan? Mengapa saya berada ditempat ini? Apakah saya sekedar menghafal mati untuk mengejar nilai A menuliskan semua isi buku hingga kepada titik komanya dilembar ujian?Apa tuntutan yang diberikan oleh orangtua saya? Seperti apa mahasiswa yang dibutuhkan oleh universitas ini? Begitulah bisikan dinding kampus yang bertanya-tanya apakah saya ini, bisikannya yang senantiasa bertanya sentiasa membangkitkan amarah dan rasa kecut dalam diri maupun benak saya.

That's how it is. That's how we goes.
Moot Court Life = Process & TeamWork = You


Komentar